(Mengurus Ormas di Tengah Efek Transaksional)
Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang
Perti Menjelang Satu Abad
Andalasnews.com – Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang lahir pada 5 Mei 1928 adalah salah satu tiang penyangga lahirnya Republik Indonesia. Organisasi ini tumbuh dari rahim ulama Minangkabau yang memiliki visi jauh ke depan: membangun bangsa dengan ilmu, iman, dan akhlak.
Dalam sejarah panjangnya, PERTI tidak berjalan di garis lurus. Ada masa-masa perjuangan ideologis, masa kejayaan pendidikan, masa kontestasi politik, hingga masa refleksi jati diri. Namun, di balik segala dinamika itu, PERTI tetap teguh menjadi rumah besar ulama dan kaum tarbiyah yang berakar pada nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Kini, di usia yang mendekati satu abad, PERTI kembali dihadapkan pada pertanyaan besar: bagaimana menjaga warisan ideologi perjuangan di tengah derasnya arus zaman digital dan dunia yang semakin transaksional?
Dari Ideologi ke Kapital: Tantangan Zaman Baru
Zaman telah berubah. Dunia kini diatur oleh modal, data, dan kekuasaan digital. Nilai-nilai keikhlasan, pengabdian, dan perjuangan yang dahulu menjadi napas ormas mulai tergerus oleh logika transaksi dan kepentingan.
Organisasi kemasyarakatan, termasuk PERTI, kini diuji bukan oleh musuh ideologis, melainkan oleh godaan pragmatisme internal. Bantuan, jabatan, dan pengaruh sering kali menjadi magnet yang mengaburkan idealisme perjuangan.
Padahal, ormas Islam lahir dari rahim idealisme, bukan pragmatisme.
PERTI didirikan bukan untuk mengejar kekuasaan, melainkan untuk menegakkan ilmu, memperjuangkan akhlak, dan membangun masyarakat beradab.
Maka, mengurus PERTI hari ini bukan hanya soal administrasi organisasi, tapi tentang merawat ruh perjuangan para ulama yang menyalakan cahaya di tengah gelapnya zaman.
Pelantikan sebagai Momentum Muhasabah
Pelantikan Pengurus Daerah (PD) PERTI Sumatera Barat periode 2025–2030 seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai rotasi kepemimpinan. Ia adalah momen muhasabah kolektif, untuk menata kembali arah dan visi gerakan PERTI di ranah Minangkabau yang sarat sejarah keulamaan.
Tantangan ke depan tidak ringan, Para pengurus harus menjawab tiga tantangan utama:
1.Meneguhkan ideologi dan jati diri ormas. Bahwa PERTI adalah gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, bukan sekadar wadah politik kekuasaan.
2.Menghidupkan kembali jaringan surau dan madrasah. Dari sinilah tafaqquh fiddin dan etos perjuangan ulama lahir.
3.Menjadi model kepemimpinan moral. Pengurus ormas harus tampil dengan integritas, kesederhanaan, dan pelayanan — bukan pamer kekuasaan.
Dengan itu, pelantikan menjadi momen kebangkitan nilai, bukan sekadar pengumuman struktur.
Qua Vadis Ideologi dan Visi Ormas?
Pertanyaan klasik “Quo vadis ormas Islam?” — ke mana arah ideologi dan visinya? — kini terasa sangat relevan.
Apakah ormas akan tetap menjadi pelita nilai dan perjuangan umat, atau berubah menjadi alat kepentingan sempit?
PERTI memiliki modal besar untuk menjawabnya: sanad keilmuan yang bersambung, warisan spiritual para tuanku, dan jaringan pesantren yang hidup di akar rumput.
Inilah kekuatan yang tak dimiliki oleh organisasi berbasis kepentingan jangka pendek.
Jika semua potensi itu dikembalikan kepada cita-cita awalnya — mendidik, mencerahkan, dan menuntun umat — maka PERTI akan kembali menjadi kekuatan moral dan intelektual bangsa.
Menutup dengan Doa dan Harapan
Menjelang satu abad PERTI, kita diajak untuk kembali ke ruh perjuangan para ulama pendiri.
Ruh yang tidak tergoda oleh transaksi, tidak silau oleh kekuasaan, dan tidak lemah oleh perubahan zaman.
“PERTI bukan sekadar organisasi, tapi amanah peradaban.”
Semoga kepengurusan baru PD PERTI Sumatera Barat 2025–2030 mampu menyalakan semangat lama dengan cara baru — menjaga nilai, memperkuat ilmu, dan menegakkan marwah ulama.
Karena mengurus ormas bukan sekadar mengisi jabatan, tapi menunaikan pengabdian.
Jurnalis : ZULNAIDI S.H BIRO HUKUM ANDALASNEWS





